BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tidak kita
sadari, saat ini kita sudah berada pada abad 21. Suatu abad yang penuh dengan
tantangan, mengingat sumber daya alam yang semakin menipis dengan jumlah
penduduk yang semakin meningkat yang jauh lebih berat dan kompleks sebagai
akibat dari arus besar globalisasi yang terus menguat.
Globalisasi ekonomi dengan perdagangan bebas sebagai
jargon utamanya semakin dipacu oleh perkembangan kemajuan iptek yang makin
pesat. Sebagi konsekuensinya, persaingan antar umat manusia, antar kelompok
dalam masyarakat, antar perguruan tinggi, antar bangsa menjadi semakin ketat.
Begitu pula persaingan antara pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
Sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang
pendidikan dan sosial keagamaan, pengembangan pesantren harus terus didorong.
Karena pengembangan pesantren tidak terlepas dari adanya kendala yang harus
dihadapinya. Apalagi belakangan ini, dunia secara dinamis telah menunjukkan
perkembangan dan perubahan secara cepat, yang tentunya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap dunia pesantren.
Bagaimanakah seksistensi pesantren dalam menghadapi
era global ini? Serta apa saja masalah-masalah yang dihadapi pesantren pada
saat ini? Untuk menjawab hal tersebut kami akan memaparkannya dalam makalah
yang kami buat ini.
B.
Rumusan
Masalah
Masalah
yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah
pengertian pesantren?
2. Bagaimanakah
kondisi riil pesantren?
3. Apa
sajakah masalah yang dihadapi pesantren di era global?
4. Bagaimanakah
respon pesantren terhadap modernisasi pendidikan?
5. Apa
sajakah strategi dan upaya pengembangan pesantren?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pesantren
Perkataan pesantren berasal dari kata santri. Zamksyari
Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu
buku-buku suci, buku-buku gama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan.
Sedangkan pesantren berarti tempat tinggal para santri.[1]
Menurut Imam Zarkashi dan Zamakhsyari Dhofier, pesantren adalah lembaga
pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur
sentralnya, mesjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran
agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan
utamanya. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa elemen-elemen pesantren
terdiri dari asrama atau pondok, kyai dan santri, serta mesjid dan pengajaran
agama Islam.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan sebuah lembaga
pendidikan Islam yang mana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah
bimbingan seorang kyai dan mempuanyai asrama untuk tempat menginap santri.
B.
Kondisi
Riil Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di tanah
air, pesantren telah mengalami beberapa perkembangan dan kemajuan. Namun, berangkat
dari kesadaran bahwa pesantren sebagai salah satu potensi real masyarakat
Indonesia yang menunjukkan makna keaslian indigenous,
mempunyai sisi kelemahan yang harus mendapatkan perhatian serius.
Faktor pertama yang menyebabkan kurangnya kemampuan
pesantren mengikuti dan menguasai perkembangan zaman terletak pada lemahnya
visi dan tujuan yang dibawa pendidikan pesantren. Relative sedikit pesantren
yang mampu secara sadar merumuskan tujuan pendidikan serta menuangkannya dalam
tahapan-tahapan rencana kerja atau program. Kondisi ini menurut Nurcholish
Madjid disebabkan oleh adanya kecenderungan visi dan tujuan pesantren
diserahkan pada proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh seorang kyai atau
bersama-sama para pembantunya.[3]
Nurcholish Madjid melihat ketidakjelasan arah,
sasaran yang ingin dicapai pesantren lebih disebabkan oleh faktor kyai yang
memainkan peran cukup sentral dalam sebuah pondok pesantren. Keberlangsungan
pesantren semata-mata atas otoritas kyai akan berdampak negatif bagi pesantren
dalam perkembangannya kea rah yang lebih baik. Hal ini didsarkan atas profil
kyai sebagai pribadi yang punya keterbatasan dan kekurangan.
Faktor kedua yang menyebabkan kurangnya kemampuan
pesantren dalam mengikuti dan menguasai perkembangan zaman adalah dalam aspek
kurikulum. Dalam hal ini terlihat bahwa pelajaran agama masih dominan di
lingkungan pesantren, bahkan materinya hanya khusus yang disajikan dalam berbahasa
Arab. Mata pelajarannya meliputi fiqh, nahwu sharf, dan lain-lain. Sedangkan
tasauf dan semangat serta rasa agama yang merupakan inti dari kurikulum
keagamaan cenderung terabaikan.
Selainitu
pengetahuan umum tampaknya masih dilaksanakan secara setengah-setengah,
sehingga kemampuan santri biasanya sangat terbatas dan kurang mendapat
pengakuan dari masyarakat umum.[4]
Eksistensi pesantren dengan kondisi yang ada
sekarang terdapatnya kesenjangan intelektual dan kultural antara pesantren dan
dunia luar. Artinya harus diakui bahwa dunuia pesantren yang menyimpan beberapa
potensi tidak dapat bersaing dan memainkan peranan yang maksimal di zaman
mutakhir ini.
C.
Masalah
Yang Dihadapi Pesantren Pada Era Global
Perjalanan
pesantren dalam menjawab tantangan modernisme tidaklah mulus, banyak masalah
yang sampai saat ini masih menjadi ganjalan untuk melangkah maju. Permasalahan
itu antara lain:
1. Pendanaan
yang merupakan masalah paling serius di pesantren. Berbeda dengan sekolah umum
atau perguruan tinggi, permasalahan pendanaan pesantren selain lokal-lokal
balajar dan asrama, juga mencakup sarana konsumsi seperti dapur dan ruang
makan menjadi agenda tambahan, lahan bermain, serta sarana olah raga,
transportasi, sarana kesehatan, ruang inap tamu yang semuanya semakin
memperluas medan kebutuhan pesantren sesuai dengan tuntutan zaman dan pola
hidup yang berkembang dimasyarakat. Sedangkan pola swadaya pesantren dalam
pembangunan biasanya menghidupkan kegiatan infaq dan shadaqoh dari kalangan
masyarakat, wali santri dan bahkan dari pengelola pesantren sendiri.[5]
2. Pencitraan
di mata umat dan bangsa. Pencitraan tersebut biasanya dikaitkan dengan
kebersihan dan penataan lingkungan. Pencitraan lainnya adalah karena kegiatan
pengumpulan dan pembangunan dengan pola jaringan dan delegasi pengumpul
derma keliling kekampung-kampung juga meninggalkan kesan pesantren dan santri
selalu”mengemis”.[6]
3. Informasi
dan publikasi yang agak tertinggal di pesantren. Ini merupakan bentuk umum
permasalah pesantren di era modernisasi.
4. Masalah tenaga pengajar, masih
kurangnya tenaga pendidik yang dapat dan mampu bersaing dengan perkembangan
zaman.
5. Masalah
planning, kenyataan bahwa sebagian besar pondok pesantren belum mempunyai rencana jelas dalam pelaksanaan
pendidikan dan pengajaran. Hal ini menjadi sulitnya pesantren untuk mencapai
tujuannya.
6. Masalah
pengorganisasian, kenyataan menunjukkan bahwa pondok pesantren dalam
hubungannya tidak memiliki keseragaman dalam struktur organisasi serta
administrasi, dan bahkan tidak sama dalam tingkah keilmuan dan ketakhasusan
keilmuan, ini merupakan masalah yang dihadapi pesantren di era global ini.[7]
7. Sarana
dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai. Bukan saja dari
segi infrastruktur bangunan yang harus segera di benahi, melainkan terdapat
pula yang masih kekurangan ruangan pondok (asrama) sebagai tempat menetapnya
santri. Selama ini, kehidupan pondok pesantren yang penuh kesederhanaan dan
kebersahajaannya tampak masih memerlukan tingkat penyadaran dalam melaksanakan
pola hidup yang bersih dan sehat yang didorong oleh penataan dan penyediaan
sarana dan prasarana yang layak dan memadai.
8. sumber daya manusia.
Sekalipun sumber daya manusia dalam bidang keagamaan tidak dapat diragukan
lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peranan pondok pesantren
dalam bidang kehidupan sosial masyarakat, diperlukan perhatian yang serius. Penyediaan
dan peningkatan sumber daya manusia dalam bidang manajemen kelembagaan, serta
bidang-bidang yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, mesti menjadi
pertimbangan pesantren.
9.
kurikulum
yang berorientasi life skills santri dan masyarakat. Pesantren masih
berkonsentrasi pada peningkatan wawasan dan pengalaman keagamaan santri dan
masyarakat. Apabila melihat tantangan kedepan yang semakin berat, peningkatan
kapasitas santri dan masyarakat tidak hanya cukup dalam bidang keagamaan
semata, tetapi harus ditunjang oleh kemampuan yang bersifat keahlian.[8]
D.
Respon
Pesantren Terhadap Modernisasi Pendidikan
Pesantren mampu merespon dinamika perubahan dalam
berbagai dimensi kehidupan, dengan berbagai cara dan pendekatan. Menurut
Azyumardi Azra, sedikitnya ada dua bentuk respon pesantren terhadap perubahan;
pertama, merevisi kurikulum dengan semakin banyak memasukkan mata pelajaran
atau keterampilan yang dibutuhkan masyarakat; kedua, membuka kelembagaan dan
fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum. Dalam
bentuk yang hampir sama, Haydar
Putra Daulay, menyebutkan tiga aspek pembaharuan pendidikan Islam, yakni:
1. Metode, dari metode sorogan dan wetonan ke metode
klasikal;
2. Isi materi, yakni sudah mulai menadaptasi materi-materi
baru selain tetap mempertahankan kajian kitab kuning; dan
Di antara respon yang paling
menonjol adalah dengan cara memasukkan berbagai program pendidikan umum dan
keterampilan di samping program keagamaan yang sudah diselenggarakan
sebelumnya. Di samping itu, pendidikan Islam harus menghasilkan manusia yang
memiliki ciri-ciri :
1. Terbuka dan bersedia menerima
hal-hal baru hasil inovasi dan perubahan.
2. Berorientasi domokrasi dan mampu
berpendapat yang tidak selalu sama dengan pendapat orang lain.
3. Menghargai waktu, konsisten dan
sistematik dalam menyelesaikan masalah.
4. Selalu terlibat dalam perencanaan
pengorganisasian
5. Memiliki keyakinan yang dapat diperhitungkan
6. Menghargai pendapat orang lain
7. Rasional dan percaya pada kemampuan
IPTEK
8. Menjunjung tinggi keadilan
berdasarkan prestasi dan efesien.
Sedikitnya sekarang ada lima bentuk
pesantren dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu:
1. Pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya
memiliki sekolah keagamaan (MI,MTs, MA dan PT Agama Islam) maupun yang juga
memiliki sekolah umum (SD,SLTP,SMU,SMK dan Perguruan Tinggi Umum).
2. Pesantren yang menyelenggarakan
pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum
meskipun tidak menerapkan kurikulum nasional.
3. Pesantren yang hanya
menyelanggarakan pendidikan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyyah.
4. Pesantren yang hanya sekedar menjadi
tempat pengajian (majelis ta’lim) yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam
sebagaimana terdapat dalam kitab kuning.
5. Pesantren yang terdapat pada
sekolah-sekolah umum atau perguruan tinggi yang diperuntukkan bagi pelajar
sekolah umum dan mahasiswa.
Perkembangan bentuk-bentuk program
pendidikan yang terdapat di pesantren sebagaimana tersebut di atas
memperlihatkan dengan jelas, bahwa sesungguhnya pesantren memiliki kepekaan dan
daya antisipatif yang tinggi dalam merespon berbagai perkembangan yang terjadi.
Pesantren tampak tidak mau
ketinggalan untuk memanfaatkan momentum yang ada. Jika pesantren tidak mampu
memberi respon yang tepat maka pesantren pesantren akan kehilangan relevansinya
, serta akar-akarnya dalam masyarakat akan tercabut dengan sendirinya.[10]
E. Strategi Pengembangan Pesantren Menghadapi Tantangan Global
Pesantren harus mampu diwujudkan
secara fokus. Oleh karena itu, dalam upaya pembangunan dan pengembangan
pesantren ada beberapa pilar yang harus diperhatikan.
1.
Pesantren Review
Pesantren review diartikan secara mudah sebagai
penataan ulang pesantren. Pesantren Review merupakan suatu proses yang
didalamnya seluruh komponen pesantren bekerja sama dengan pihak-pihak yang
relevan, khususnya orang tua santri dan tenaga profesional untuk mengevaluasi
dan menilai efektivitas kebijakan pesantren, program pelaksanaannya, serta mutu
lulusan. Selanjutnya disebut ‘pesantren dengan manajemen terbuka’. Melalui
Pesantren Review diharapkan menghasilkan satu laporan komprehensif yang
membeberkan tentang kekuatan, kelemahan, dan prestasi pesantren serta
memberikan rekomendasi kepada pengelola pesantren untuk menyusun perencanaan
strategi pengembangan pesantren yang tepat dan efektif untuk masa-masa
mendatang.
2. Quality
Assurance
Menekankan orientasi pada proses pelaksanaan kegiatan.
Dengan kata lain, Quality Assurance bersifat process oriented.
Artinya, konsep ini mengandung suatu jaminan bahwa proses yang berlangsung
telah dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin pesantren
raih. Jika proses yang ideal telah ditempuh, diharapkan output-nya akan
maksimal.
3.
Quality Control
Adalah suatu sistem untuk menditeksi terjadinya penyimpangan
kulitas output-nya yang tidak sesuai dengan standar. Oleh sebab itu, diperlukan
standar indikator kualitas yang jelas dan pasti, berdasarkan tipologi pesantren
yang empat diatas, sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang
terjadi. Standar kualitas ini bersifat relatif dan dapat diciptakan oleh setiap
pesantren. Standar kulitas dapat dipergunakan sebagai tolak ukur mengetahui
maju mundurnya pesantren.
4.
Benchmarking
Josep Devito (1991: 94) menyinggung benchmarking
dalam dua hal, yakni:
a.
Merupakan kegiatan untuk menetapkan suatu standar baik
proses maupun hasil yang akan dicapai dalam suatu proses tertentu.
b.
Standar dapat ditentukan berdasarkan keadaan/realitas yang
ada dipesantren, misalnya prestasi yang diraih santri yang alim dan santri yang
sedikit nakal namun cerdas (internal benchmarking), maupun membandingkan
standar kualitas dari pesantren lain yang lebih baik (external benchmarking).[11]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pesantren
merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mana para siswanya tinggal
bersama dan belajar di bawah bimbingan kyai dan mempunyai asrama untuk tempat
tinggal.
2. Kondisi
riil pesantren saat ini adalah masih banyak pesantren yang belum mampu untuk
bersaing di era global ini disebabkan tidak terarahnya visi dan tujuan dari
pesantren itu sendiri, sehingga sulit bagi pesantren tersebut untuk bisa
memfokuskan pada tujuan yang diiginkan.
3. Dalam
menghadapi era global ini perjalanan pesantren tidak berjalan dengan mulus,
banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pesantren, misalnya masalah
pendanaan, masalah pengorganisasian, masalah planning, masalah sumber daya
manusia, masalah tenaga pendidik, dan lain-lain.
4. Respon
pesantren dalam menghadapi modernisasi pendidikan adalah melakukan berbagai
perubahan, mulai dari merevisi kurikulum hingga memasukkan pelajaran-pelajaran
umum, disamping juga mempertahankan tradisi lamanya.
5. Upaya
pengembangan pesantren dialkukan dengan cara merevisi ulang efektifitas dan
kebijakan pesantren, menetapkan visi dan tujuan pesantren, mengontrol
penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai standar, dan menetapkan satandar
baik proses atau hasil yang akan dicapai.
B.
Kritik
dan Saran
Kami sebagai
pemakalah menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu demi perbaikan ke depannya kami meminta kritikan dan saran yang
membangun untuk perbaikan makalah kami. Atas perhatiannya kami ucapkan terima
kasih.
Ka', referensi buku onlinenya ada gak ya?
BalasHapus