Rabu, 25 November 2015

existensi pesantren

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tidak kita sadari, saat ini kita sudah berada pada abad 21. Suatu abad yang penuh dengan tantangan, mengingat sumber daya alam yang semakin menipis dengan jumlah penduduk yang semakin meningkat yang jauh lebih berat dan kompleks sebagai akibat dari arus besar globalisasi yang terus menguat.
Globalisasi ekonomi dengan perdagangan bebas sebagai jargon utamanya semakin dipacu oleh perkembangan kemajuan iptek yang makin pesat. Sebagi konsekuensinya, persaingan antar umat manusia, antar kelompok dalam masyarakat, antar perguruan tinggi, antar bangsa menjadi semakin ketat. Begitu pula persaingan antara pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya.
Sebagai sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan, pengembangan pesantren harus terus didorong. Karena pengembangan pesantren tidak terlepas dari adanya kendala yang harus dihadapinya. Apalagi belakangan ini, dunia secara dinamis telah menunjukkan perkembangan dan perubahan secara cepat, yang tentunya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap dunia pesantren.
Bagaimanakah seksistensi pesantren dalam menghadapi era global ini? Serta apa saja masalah-masalah yang dihadapi pesantren pada saat ini? Untuk menjawab hal tersebut kami akan memaparkannya dalam makalah yang kami buat ini.
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah:
1.      Apakah pengertian pesantren?
2.      Bagaimanakah kondisi riil pesantren?
3.      Apa sajakah masalah yang dihadapi pesantren di era global?
4.      Bagaimanakah respon pesantren terhadap modernisasi pendidikan?
5.      Apa sajakah strategi dan upaya pengembangan pesantren?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pesantren
Perkataan pesantren berasal dari kata santri. Zamksyari Dhofier berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci, buku-buku gama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Sedangkan pesantren berarti tempat tinggal para santri.[1]
Menurut Imam Zarkashi dan Zamakhsyari Dhofier, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai figur sentralnya, mesjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa elemen-elemen pesantren terdiri dari asrama atau pondok, kyai dan santri, serta mesjid dan pengajaran agama Islam.[2]
Jadi dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mana para siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang kyai dan mempuanyai asrama untuk tempat menginap santri.
B.     Kondisi Riil Pesantren
Sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di tanah air, pesantren telah mengalami beberapa perkembangan dan kemajuan. Namun, berangkat dari kesadaran bahwa pesantren sebagai salah satu potensi real masyarakat Indonesia yang menunjukkan makna keaslian indigenous, mempunyai sisi kelemahan yang harus mendapatkan perhatian serius.
Faktor pertama yang menyebabkan kurangnya kemampuan pesantren mengikuti dan menguasai perkembangan zaman terletak pada lemahnya visi dan tujuan yang dibawa pendidikan pesantren. Relative sedikit pesantren yang mampu secara sadar merumuskan tujuan pendidikan serta menuangkannya dalam tahapan-tahapan rencana kerja atau program. Kondisi ini menurut Nurcholish Madjid disebabkan oleh adanya kecenderungan visi dan tujuan pesantren diserahkan pada proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh seorang kyai atau bersama-sama para pembantunya.[3]
Nurcholish Madjid melihat ketidakjelasan arah, sasaran yang ingin dicapai pesantren lebih disebabkan oleh faktor kyai yang memainkan peran cukup sentral dalam sebuah pondok pesantren. Keberlangsungan pesantren semata-mata atas otoritas kyai akan berdampak negatif bagi pesantren dalam perkembangannya kea rah yang lebih baik. Hal ini didsarkan atas profil kyai sebagai pribadi yang punya keterbatasan dan kekurangan.
Faktor kedua yang menyebabkan kurangnya kemampuan pesantren dalam mengikuti dan menguasai perkembangan zaman adalah dalam aspek kurikulum. Dalam hal ini terlihat bahwa pelajaran agama masih dominan di lingkungan pesantren, bahkan materinya hanya khusus yang disajikan dalam berbahasa Arab. Mata pelajarannya meliputi fiqh, nahwu sharf, dan lain-lain. Sedangkan tasauf dan semangat serta rasa agama yang merupakan inti dari kurikulum keagamaan cenderung terabaikan.
Selainitu pengetahuan umum tampaknya masih dilaksanakan secara setengah-setengah, sehingga kemampuan santri biasanya sangat terbatas dan kurang mendapat pengakuan dari masyarakat umum.[4]
Eksistensi pesantren dengan kondisi yang ada sekarang terdapatnya kesenjangan intelektual dan kultural antara pesantren dan dunia luar. Artinya harus diakui bahwa dunuia pesantren yang menyimpan beberapa potensi tidak dapat bersaing dan memainkan peranan yang maksimal di zaman mutakhir ini.
C.    Masalah Yang Dihadapi Pesantren Pada Era Global
Perjalanan pesantren dalam menjawab tantangan modernisme tidaklah mulus, banyak masalah yang sampai saat ini masih menjadi ganjalan untuk melangkah maju. Permasalahan itu antara lain:
1.      Pendanaan yang merupakan masalah paling serius di pesantren. Berbeda dengan sekolah umum atau perguruan tinggi, permasalahan pendanaan pesantren selain lokal-lokal balajar dan asrama, juga mencakup sarana konsumsi seperti dapur dan ruang makan menjadi agenda tambahan, lahan bermain, serta sarana olah raga, transportasi, sarana kesehatan, ruang inap tamu yang semuanya semakin memperluas medan kebutuhan pesantren sesuai dengan tuntutan zaman dan pola hidup yang berkembang dimasyarakat. Sedangkan pola swadaya pesantren dalam pembangunan biasanya menghidupkan kegiatan infaq dan shadaqoh dari kalangan masyarakat, wali santri dan bahkan dari pengelola pesantren sendiri.[5]
2.      Pencitraan di mata umat dan bangsa. Pencitraan tersebut biasanya dikaitkan dengan kebersihan dan penataan lingkungan. Pencitraan lainnya adalah karena kegiatan pengumpulan dan pembangunan dengan pola jaringan dan delegasi pengumpul derma keliling kekampung-kampung juga meninggalkan kesan pesantren dan santri selalu”mengemis”.[6]
3.      Informasi dan publikasi yang agak tertinggal di pesantren. Ini merupakan bentuk umum permasalah pesantren di era modernisasi.
4.      Masalah tenaga pengajar, masih kurangnya tenaga pendidik yang dapat dan mampu bersaing dengan perkembangan zaman.
5.      Masalah planning, kenyataan bahwa sebagian besar pondok pesantren belum  mempunyai rencana jelas dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Hal ini menjadi sulitnya pesantren untuk mencapai tujuannya.
6.      Masalah pengorganisasian, kenyataan menunjukkan bahwa pondok pesantren dalam hubungannya tidak memiliki keseragaman dalam struktur organisasi serta administrasi, dan bahkan tidak sama dalam tingkah keilmuan dan ketakhasusan keilmuan, ini merupakan masalah yang dihadapi pesantren di era global ini.[7]
7.      Sarana dan prasarana penunjang yang terlihat masih kurang memadai. Bukan saja dari segi infrastruktur bangunan yang harus segera di benahi, melainkan terdapat pula yang masih kekurangan ruangan pondok (asrama) sebagai tempat menetapnya santri. Selama ini, kehidupan pondok pesantren yang penuh kesederhanaan dan kebersahajaannya tampak masih memerlukan tingkat penyadaran dalam melaksanakan pola hidup yang bersih dan sehat yang didorong oleh penataan dan penyediaan sarana dan prasarana yang layak dan memadai.
8.      sumber daya manusia. Sekalipun sumber daya manusia dalam bidang keagamaan tidak dapat diragukan lagi, tetapi dalam rangka meningkatkan eksistensi dan peranan pondok pesantren dalam bidang kehidupan sosial masyarakat, diperlukan perhatian yang serius. Penyediaan dan peningkatan sumber daya manusia dalam bidang manajemen kelembagaan, serta bidang-bidang yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat, mesti menjadi pertimbangan pesantren.
9.     kurikulum yang berorientasi life skills santri dan masyarakat. Pesantren masih berkonsentrasi pada peningkatan wawasan dan pengalaman keagamaan santri dan masyarakat. Apabila melihat tantangan kedepan yang semakin berat, peningkatan kapasitas santri dan masyarakat tidak hanya cukup dalam bidang keagamaan semata, tetapi harus ditunjang oleh kemampuan yang bersifat keahlian.[8]
D.    Respon Pesantren Terhadap Modernisasi Pendidikan
Pesantren mampu merespon dinamika perubahan dalam berbagai dimensi kehidupan, dengan berbagai cara dan pendekatan. Menurut Azyumardi Azra, sedikitnya ada dua bentuk respon pesantren terhadap perubahan; pertama, merevisi kurikulum dengan semakin banyak memasukkan mata pelajaran atau keterampilan yang dibutuhkan masyarakat; kedua, membuka kelembagaan dan fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum. Dalam bentuk yang hampir sama, Haydar Putra Daulay, menyebutkan tiga aspek pembaharuan pendidikan Islam, yakni:
1.      Metode, dari metode sorogan dan wetonan ke metode klasikal;
2.      Isi materi, yakni sudah mulai menadaptasi materi-materi baru selain tetap mempertahankan kajian kitab kuning; dan
3.      Manajemen, dari kepemimpinan tunggal kyai menuju demokratisasi kepemimpinan kolektif.[9]
Di antara respon yang paling menonjol adalah dengan cara memasukkan berbagai program pendidikan umum dan keterampilan di samping program keagamaan yang sudah diselenggarakan sebelumnya. Di samping itu, pendidikan Islam harus menghasilkan manusia yang memiliki ciri-ciri :
1.      Terbuka dan bersedia menerima hal-hal baru hasil inovasi dan perubahan.
2.      Berorientasi domokrasi dan mampu berpendapat yang tidak selalu sama dengan pendapat orang lain.
3.      Menghargai waktu, konsisten dan sistematik dalam menyelesaikan masalah.
4.       Selalu terlibat dalam perencanaan pengorganisasian
5.      Memiliki keyakinan yang dapat diperhitungkan
6.      Menghargai pendapat orang lain
7.      Rasional dan percaya pada kemampuan IPTEK
8.      Menjunjung tinggi keadilan berdasarkan prestasi dan efesien.
Sedikitnya sekarang ada lima bentuk pesantren dalam penyelenggaraan pendidikan, yaitu:
1.      Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI,MTs, MA dan PT Agama Islam) maupun yang juga memiliki sekolah umum (SD,SLTP,SMU,SMK dan Perguruan Tinggi Umum).
2.      Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu umum meskipun tidak menerapkan kurikulum nasional.
3.      Pesantren yang hanya menyelanggarakan pendidikan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah diniyyah.
4.      Pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian (majelis ta’lim) yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam sebagaimana terdapat dalam kitab kuning.
5.      Pesantren yang terdapat pada sekolah-sekolah umum atau perguruan tinggi yang diperuntukkan bagi pelajar sekolah umum dan mahasiswa.
Perkembangan bentuk-bentuk program pendidikan yang terdapat di pesantren sebagaimana tersebut di atas memperlihatkan dengan jelas, bahwa sesungguhnya pesantren memiliki kepekaan dan daya antisipatif yang tinggi dalam merespon berbagai perkembangan yang terjadi.
Pesantren tampak tidak mau ketinggalan untuk memanfaatkan momentum yang ada. Jika pesantren tidak mampu memberi respon yang tepat maka pesantren pesantren akan kehilangan relevansinya , serta akar-akarnya dalam masyarakat akan tercabut dengan sendirinya.[10]
E.     Strategi Pengembangan Pesantren Menghadapi Tantangan Global
Pesantren harus mampu diwujudkan secara fokus. Oleh karena itu, dalam upaya pembangunan dan pengembangan pesantren ada beberapa pilar yang harus diperhatikan.
1.      Pesantren Review
Pesantren review diartikan secara mudah sebagai penataan ulang pesantren. Pesantren Review merupakan suatu proses yang didalamnya seluruh komponen pesantren bekerja sama dengan pihak-pihak yang relevan, khususnya orang tua santri dan tenaga profesional untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas kebijakan pesantren, program pelaksanaannya, serta mutu lulusan. Selanjutnya disebut ‘pesantren dengan manajemen terbuka’. Melalui Pesantren Review diharapkan menghasilkan satu laporan komprehensif yang membeberkan tentang kekuatan, kelemahan, dan prestasi pesantren serta memberikan rekomendasi kepada pengelola pesantren untuk menyusun perencanaan strategi pengembangan pesantren yang tepat dan efektif untuk masa-masa mendatang.
2.     Quality Assurance
Menekankan orientasi pada proses pelaksanaan kegiatan. Dengan kata lain, Quality Assurance bersifat process oriented. Artinya, konsep ini mengandung suatu jaminan bahwa proses yang berlangsung telah dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin pesantren raih. Jika proses yang ideal telah ditempuh, diharapkan output-nya akan maksimal.
3.      Quality Control
Adalah suatu sistem untuk menditeksi terjadinya penyimpangan kulitas output-nya yang tidak sesuai dengan standar. Oleh sebab itu, diperlukan standar indikator kualitas yang jelas dan pasti, berdasarkan tipologi pesantren yang empat diatas, sehingga dapat ditentukan penyimpangan kualitas yang terjadi. Standar kualitas ini bersifat relatif dan dapat diciptakan oleh setiap pesantren. Standar kulitas dapat dipergunakan sebagai tolak ukur mengetahui maju mundurnya pesantren.
4.      Benchmarking
Josep Devito (1991: 94) menyinggung benchmarking dalam dua hal, yakni:
a.          Merupakan kegiatan untuk menetapkan suatu standar baik proses maupun hasil yang akan dicapai dalam suatu proses tertentu.
b.      Standar dapat ditentukan berdasarkan keadaan/realitas yang ada dipesantren, misalnya prestasi yang diraih santri yang alim dan santri yang sedikit nakal namun cerdas (internal benchmarking), maupun membandingkan standar kualitas dari pesantren lain yang lebih baik (external benchmarking).[11]
  

BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
1.      Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kyai dan mempunyai asrama untuk tempat tinggal.
2.      Kondisi riil pesantren saat ini adalah masih banyak pesantren yang belum mampu untuk bersaing di era global ini disebabkan tidak terarahnya visi dan tujuan dari pesantren itu sendiri, sehingga sulit bagi pesantren tersebut untuk bisa memfokuskan pada tujuan yang diiginkan.
3.      Dalam menghadapi era global ini perjalanan pesantren tidak berjalan dengan mulus, banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pesantren, misalnya masalah pendanaan, masalah pengorganisasian, masalah planning, masalah sumber daya manusia, masalah tenaga pendidik, dan lain-lain.
4.      Respon pesantren dalam menghadapi modernisasi pendidikan adalah melakukan berbagai perubahan, mulai dari merevisi kurikulum hingga memasukkan pelajaran-pelajaran umum, disamping juga mempertahankan tradisi lamanya.
5.      Upaya pengembangan pesantren dialkukan dengan cara merevisi ulang efektifitas dan kebijakan pesantren, menetapkan visi dan tujuan pesantren, mengontrol penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai standar, dan menetapkan satandar baik proses atau hasil yang akan dicapai.
B.     Kritik dan Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu demi perbaikan ke depannya kami meminta kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah kami. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.


[1] Yasmadi., (2002). Modernisasi Pesantren. Jakarta: Ciputat Press. Cet. Ke-1. h. 61
[3] Yasmadi., Op.cit. h. 72
[4] Yasmadi., Op.cit. h. 78
[6] Ibid.,
[7] M. arifin., (1993). Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara. Cet. Ke-2. h. 251
[9] http://nomaworld.blogspot.co.id/2015/01/makalah-manajemen-pesantren.html

1 komentar: