Kamis, 26 November 2015

Tugas dan Tanggung Jawab Kepsek

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kepala sekolah menempati tempat yang tertinggi dan memegang peranan yang sangat penting pada suatu lembaga pendidikan. Maju mundurnya lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh oleh kemampuan kepala sekolah mengelola lembaga pendidikan tersebut.
Begitu juga terlaksana tidaknya program pendidikan dan tercapai tidaknya tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan sangat tergantung kepada kecakapan kepala sekolah dalam memimpin dan mengelola lembaga tersebut.
Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh untuk menyelenggarakan seluruh kegiatan pendidikan dalam lingkungan sekolah yang dipimpinnya. Tugas dan tanggung jawa sekolah sangat luas, dan semakin banyak bidangnya. Kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab terhadap masalah akademis saja, tetapi juga meliputi hal-hal yang berkaitan dengan kekerangan ruangan belajar, perbaikan gedung sekolah yang rusak, dan sebagainya.
Untuk lebih jelasnya lagi mengenai tugas dan tanggung jawab kepala sekolah ini maka akan kami bahas pada bab selanjutnya.

B.     Batasan Masalah
Dalam makalah ini kami hanya membahas tiga tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, yaitu:
1.      Kepala sekolah sebagai organisator
2.      kepala sekolah sebagai educator
3.      kepala sekolah sebagai supervisor






BAB II

PEMBAHASAN

A.    Kepala Sekolah Sebagai Organisator
1.      Pengertian
Organisator adalah orang yang orang yang bertugas untuk menggerakkan atau memimpin organisasi dengan memanfaatkan segala sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang diharapkan.[1]Kepala sekolah sebagai organisator juga berarti kepala sekolah itu merupakan seorang manajer (pemimpin).
Dalam kaitan ini kepala sekolah harus dapat menciptakan hubungan yang harmonis di antara orang-orang yang terlibat dalam kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Hubungan kerjasama itu harus disusun dalam suatu struktur organisasi, berupa kerangka yang terdiri atas satuan-satuan organisasi beserta segenap orang-orang yang terlibat dalam kegiatan organisasi tersebut, serta wewenang dan hubungan satu sama lainnya yang masing-masingnya mempunyaiperanan tertentu dalam satuan kerja yang utuh.[2]
2.      Asas-asas organisasi yang perlu dipahami oleh kepala sekolah sebagai organisator[3]
a.       Kejelasan tujuan
Tujuan yang hendak dicapai harus dirumuskan secara jelas dan terbatas dalam arti dapat dipahami dan mungkin dicapai dalam batas waktu yang tersedia.
b.      Pembagian kerja
Prinsip organisasi harus fungsional yang mengandung pengertian bahwa pembagian kerja harus relevan dengan tujuan organisasi dan harus memiliki beban kerja yang nyata dalam mencapai tujuan tersebut.
c.       Kesatuan perintah
Asas organisasi kesatuan perintah berarti bahwa setiap pejabat atau petugas hanya dapat diperintah dan bertanggung jawab pada seorang atasan tertentu saja, yang menjadi atasannya. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kesimpangsiuran, karena jelas dari siapa perintah diterima dan kepada siapa mempertanggungjawabkan pelaksanaannya.
d.      Koordinasi
Koordinasi adalah usaha menyelaraskan tugas-tugas dan pelaksanaannya antar setiap personel dan setiap unit kerja, termasuk juga dalam pendayagunaan stiap fasilitas dalam hubungan kerja yang hamonis dan berdaya guna.
e.       Pengawasan dan rentangan kontrol
Pengawasan sebagai asas organisasi menitik beratkan pada terjangkaunya setiap personal sampai unit unit kerja yang terendah, sehingga tidak seorang pun yang dapat melakukan pekerjaan semau-maunya.
Kemampuan melakukan pengawasan itu ada batasnya, bilamana diharapkan dapat dilakukan secara efektif, batas itu disebut rentangan kontrol.
Rentangan kontrol dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu:
1.      Kontrol terhadap unit kerja
Pengawasan dilakukan pada unit-unit kerja, sehingga dapat mencakup personal yang cukup banyak jumlahnya. Dalam rentangan kontrol ini, perintah diberikan pada pimpinan unit kerja dan pertanggungjawaban diterima diterima juga dari pimpinan unit kerja tersebut.
2.      Kontrol terhadap personal secara langsung
Jumlah personal dalam suatu unit kerja sangat tergantung pada beban kerja masing-masing.semakin banya jenis pekerjaan dalam beban kerja suatu unit kerja maka semakin banyak personal di dalam unit kerja itu, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu jumlah personal yang harus diawasi oleh setiap pimpinan unit kerja, dapat berbeda-beda antara satu unit kerja dengan unit kerja lainnya.
f.       Fleksibilitas
Setiap organisasi kerja harus menyesuaikan organisasinya dengan eruahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan, baik karena pengaruh lingkungan sekitarnya maupun karena keadaan-keadaan dari dalam organisasi itu sendiri. Di sekolah perubahan atau pengembangan kurikulum selalu berpengaruh pada stuktur organisasi secara keseluruhan. Pembaharuan kurikulum mungkin mengharuskan beberapa mata pelajaran dihimpun ke dalam suatu bidang studi, sehingga mengharuskan pengaturan kembali pembagian kerja di sekolah.
3.      Upaya-upaya yang perlu diusahakan kepala sekolah sebagai organisator
a.       Pengelompokkan segenap pekerjaan ke dalam satuan organisasi berdasarkan sifat pekerjaan.
b.      Terciptanya suatu fungsi yang menyeluruh yang tunggal bagi satuan-satuan organisasi.
c.       Adanya fungsi satuan-satuan yang berimbang.
d.      Penempatan fungsi yang penting pada jenjang yang tepat.
e.       Penamaan satuan-satuan organisasi yang tepat sesuai dengan fungsinya masing-masing.
f.       Adanya rentangan kontrol.
g.      Perlu adanya kesatuan perintah.
h.      Pemberian wewenang yang seimbang dengan tanggung jawab.
i.        Penambahan satuan organisasi yang betul-betul sesuai dengan volume pekerjaan.
j.        Pembagian tugas yang selalu mempertimbangkan koordinasi antara personlia.
Kepala sekolah sebagai organisator hendalah menjadi seorang yang tanggap, bijakana dan demokratis serta terbuka, baik secara individu maupun secara kolektif, dalam upaya menghadapi dan menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi.
B.     Kepala Sekolah Sebagai Educator
1.      Pengertian
Pendidik atau educator adalah orang yang mendidik.[4] Kepala sekolah sebagai educator berarti kepala sekolah bertanggung jawab dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan  serta prestasi belajar peserta didik di sekolahnya.
2.      Upaya-upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai educator
a.       Mengikutsertakan guru-guru dalam penataran-penataran , untuk menambah wawasan guru.
b.      Kepala sekolah harus berusaha menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja, kemudian hsilnya diumumkan secara terbuka untuk memotivasi peserta didik agar lebih giat belajar dan meningkatkan prestasinya.
c.       Menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah, dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan.
3.      Nilai-nilai yang perlu ditanamkan dan ditingkatkan oleh kepala sekolah sebagai educator[5]
Ada empat macam nilai yang perlu ditanamkan dan ditingkatkan oleh kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai educator, ke empat niai itu adalah sebagai erikut:
a.       Pembinaan mental
Yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan denga sikap batin dan watak. Dalam hal ini kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga kependidikan dapat melaksanakan tugas dengan baik, secara proporsional dan profesional. Untuk itu, kepala sekolah harus berusaha melengkapi sarana, prasarana, dan sumber belajar agar dapat memberikan kemudahan kepada para guru dalam melaksanakan tugas utamanya.
b.      Pmbinaan moral
Yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai suatu perbuatan, sikap dan kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing tenaga kependidian. Kepala sekolah harus berusaha memberikan nasihat kepada seluruh warga sekolah, misalnya pada setiap upacara bendera atau pertemuan rutin.
c.       Pembinaan fisik
Yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah. Kepala sekolah harus mampu memberikan dorongan agar ara tenaga kependidikan terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan olah raga, baik yang diprogramkan di sekolah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat sekitar sekolah.
d.      Pembinaan artistik
Yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. hal ini biasanya dilakukan melalui kegiatan karyawisata yang bisa dilaksanakan setiap akhir tahun ajaran.

Kepala sekolah sebagai educator harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru., menciptakan iklim sekolah yang kondusif, meberikan nasihat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan pembelajaran yang menarik, dan mengadakan program akselerasi bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.

C.    Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
1.      Pengertian
Supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi/syarat-syarat yang essensial yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan pendidikan.[6]
Dari definisi di atas maka tugas kepala sekolah sebagai supervisor berarti bahwa dia harus dapat meneliti dan menentukan syarat-syarat mana yang telah ada dan mencukupi dan mana yang belum ada atau kurang mencukupi yang perlu diusahakan dan dipenuhi.[7]
2.      Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam supervisi
Untuk menjalankan tindakan-tindakan supervisi sebaiknya kepala sekolah hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip berikut:[8]
a.       Supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif, yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus dapat menimbulkan dorongan untuk bekerja.
b.      Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenarnya.
c.       Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya.
d.      Supervisi harus didasarkan atas hubungan profesional, bukan atas dasar hubungan pribadi.
e.       Supervisi tidak boleh bersifat mencari-cari kesalahan dan kekurangan.
f.       Supervisi tidak dapat terlalu cepat mengharapkan hasil, dan tidak boleh lekas merasa kecewa.
3.      Kegiatan kepala sekolah dalam melaksanakan fungsinya sebagai supervisor[9]
a.       Membantu guru-guru untuk merencanakan dan melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan kegiatan sekolah.
b.      Membantu dalam menganalisis kebutuhan-kebutuhan, minat, dan tujuan murid dalam kelas.
c.       Membantu guru-guru untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam mempergunakan alat-alat yang diperlukan dalam kegiatan proses belajar.
d.      Membantu guru-guru untuk mengatasi kesulitan dalam menggunakan cara-cara mengajar yang baik.

Selanjutnya Ngalim Purwanto secara umum menjelaskan kegiatan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah sebagai suprvisor adalah sebagai berikut:
a.       Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah dalam melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya.
b.      Berusaha untuk mengadakan dan melengkapi alat-alat serta media pengajaran yang dilakukan.
c.       Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode mengajar yang tepat dan sesuai tuntutan kurikulum.
d.      Membina kerjasama yang baik dan harmonis antara sesama guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.
e.       Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah melalui diskusi, pendidikan dan pelatihan.
f.       Membina hubungan kerjasama antara sekolah dengan komite sekolah dan instansi-instansi lain dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan bertugas untuk melakukan pengawasan dan pembinaan dan meneliti mengenai keadaan gedung sekolah, perlengkapan sekolah dan alat-alat pelajaran, keadaan dan pelaksanaan tugas guru-guru dan pegawai sekolah, hasil pelajaran yang diperoleh peserta didik, usaha untuk memperbaiki cara kerja dan mutu guru-guru, keikutsertaan guru-guru dalam pembinaan dan kemajuan sekolah dan lain sebagainya.[10]







BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ada beberapa tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, diantaranya:
1.      Kepala sekolah sebagai organisator, yaitu kepala sekolah bertugas untuk memeimpin organisasi sekolahnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
2.      Kepala sekolah sebagai educator, yaitu kepala sekolah bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas tenaga kependidikan serta presrasi belajar peserta didik di sekolah yang dipimpinnya.
3.      Kepala sekolah sebagai supervisor, yaitu kepala sekolah bertugas melakukan supervisi pekerjaan yang dilakukan tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana yang ada.

B.     Kritik dan Saran

Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu untuk hasil yang lebih baik untuk ke depannya kami meminta kritikan atau saran dari para pembaca.



[1] Asnawir, (2003), Dasar-Dasar Administrasi Pendidikan, Padang: IAIN Imam  Bonjol Press, Cet. Ke- 1, h. 100
[2] Ibid.,

[3] Hadari Nawawi, (1989), Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, Jakarta: CV Hji Masagung, Cet. Ke- 3, h. 93
[4] Wahjosumidjo, (2005), Kepemimpinan kepala Sekolah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 122
[5] E. Mulyasa, (2006), Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Ct. Ke- 8, h.99
[6] Ngalim purwanto, (2009), Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. Ke- 19, h. 115
[7] Ibid.,
[8] Ibid.,
[9] Op.Cit., h. 107
[10] Ibid.,

Teknik Tes dan Nontes



BAB I
PENDAHULUAN
  A.    Latar Belakang
Istilah teknik dapat diartikan sebagai alat. Jadi dalam masalah teknik evaluasi hasil belajar      terkandung arti alat yang dipergunakan dalam rangka melakukan evaluasi hasil belajar.
Dalam konteks evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah, dikenal adanya dua macam teknik, yaitu teknik tes dan teknik nontes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil hasil proses pembelajaran itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik, dengan teknik nontes maka evaluasi dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik.
Mengingat sangat luasnya pembicaraan mengenai teknik tes dan teknik nontes, maka pembicaraanlebih lanjut mengenai hal tersebut akan dikemukakan pada bab selanjutnya.
  B.     Batasan Masalah
1.      Teknik tes
2.      Teknik nontes





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teknik Tes
1.      Pengertian Tes
a.       Secara bahasa, kata tes berasal dari bahasa Perancis kuno, yaitu testum dengan arti “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan menggunakan alat berupa piring itu akan diperoleh jenis-jenis logam mulia yang nilainya sangat tinggi). Dalam bahasa Inggeris ditulis dengan test yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian”, “percobaan”.[1]
b.      Secara istilah
a)       Menurut Anne Anastsi dalam karya tulisnya berjudul Psycholoical Testing, yang dimaksud dengan tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
b)      Menurut Lee J. Cronbach, tes merupakan suatu prosedur yang sistematis untuk membandingkantingkah laku dua orang atau lebih.
c)      Menurut Goodenough, tes adalah suatu tugas atau serangkaian tugas yang diberikan kepada individu atau sekelompok individu, dengan maksud untuk membandingkan kecakapan mereka satu sama lainnya.[2]
 Dari denifisi-denifisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian dalam dunia pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas berupa pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar data tersebut dapat dijadikan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee.
2.      Unsur-Unsur Tes
a.      Tes itu berbentuk suatu tugas yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah.
b.      Tes itu diberikan pada seorang anak atau sekelompok anak untuk dikerjakan.
c.      Respon anak atau kelompok anak tersebut dinilai.[3]
3.      Fungsi Tes
Secara umum ada dua fungsi tes, yaitu:[4]
a.       Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hal ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
b.      Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahuisudah berapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
4.      Penggolongan Tes
a.       Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik.[5]
1)      Tes seleksi
Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, di mana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes.
2)      Tes awal
Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Jadi tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum bahan pelajaran diberikan kepada peserta didik.
Contohnya, sebelum murid diberi pelajaran Pendidikan Agama  Islam, terlebih dahulu dites pengetahuan mereka tentang rukun iman, nama-nama Rasul Allah, dll.
3)      Tes akhir
Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik.
4)      Tes diagnostik
Tes jenis ini dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu semata pelajaran tertentu.
5)      Tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sejauh manakah peserta didik telah terbentuk setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Di sekolah-sekolah tes formatif ini biasa dikenal dengan istilah “ulangan harian”.
6)      Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan. Disekolah tes ini dikenal dengan istilah “ulangan umum” atau “EBTA”.
b.      Penggolongan berdasarkan banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1)      Tes individual, yakni tes di mana tester hanya berhadapan dengan satu orang testee saja.
2)      Tes kelompok, yakni tes di mana tester berhadapan dengan lebih dari satu orang testee.[6]
c.       Penggolongan berdasarkan responnya, dapat dibedakan menjdi dua golongan yaitu:
1)      Verbal tes, yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis.
2)      Nonverbal tes, yaitu tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku.[7]
d.      Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1)      Tes tertulis, yaitu tes di mana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis.
2)      Tes lisan, yaitu tes di mana tester di dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan, dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula.[8]
e.       Ditinjau dari bentuk pertanyaan yang diberikan
1)      Tes obyektif
Tes obyektif terdiri dari item-item yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif yang tersedia.[9]
2)      Tes essay
Tes essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan atau suatu suruhan yang menghendaki  jawaban yang berupa uraian yang relatif panjang.[10]
B.     Teknik Nontes
Teknik nontes adalah penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebar angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen.[11]
Macam-macam teknik nontes, yaitu:
1.      Pengamatan (Iobservation)
Observasi ialah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.[12]
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar, misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru menyampaikan pelajaran di kelas, tingkah laku peserta didik pada jam-jam istirahat, dll.
2.      Wawancara
Wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat digunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.       Wawancara  terpimpin yang juga sering dikenak dengan istilah wawancara berstruktur.
b.      Wawancara tidak terpimpin yang sering dikenal dengan istilah wawancara sederhana atau wawancara bebas.
3.      Angket (kuesioner)
Kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Angket dapat diberikan langsung kepada peserta didik , dapat pula diberikan kepada orang tua mereka. Pada umumnya tujuan penggunaan angket dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Disamping itu juga dimaksudkan untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program pembelajaran.
Angket atau kuesioner sering digunakan untuk menilai hasil belajar ranah afektif. Ia dapat berupa kuesioner bentuk piihan ganda dan dapat pula berbentuk skala sikap.
Macam-macam kuesioner:[13]
a.       Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, meliputi:
1)      Kuesioner langsung
Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut dikirimkam dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.
2)      Kuesioner tidak langsung
Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya.
b.      Ditinjau dari segi cara menjawab
1)       Kuesioner tertutup
Kuesionert tertutup ialah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
2)      Kuesionert terbuka
Kuesioner terbuka ialah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.
4.      Pemeriksaan Dokumen
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik juga bisa dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen, misalnya dokumen yang memuat informasi mengenai riwayat hidup, seperti kapan dan dimana pesert didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak dalam keluarga, dan sebagainya.
Berbagai informasi, baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya.[14]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Tes adalah cara atau prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian dalam dunia pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas berupa pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar data tersebut dapat dijadikan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi testee.
2.      Contoh yang termasuk tes, yaitu: tes seleksi, tes formatif, tes individual, tes verbal, tes nonverbal, tes obyektif, dan tes essay, dll.
3.      Teknik nontes adalah penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebar angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen.
4.      Contoh teknik nontes seperti: observasi, kuesioner, wawancara, dan pemeriksaan dokumen.
B.     Kritikan dan Saran
Kami sebagai pemakalah menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kami meminta kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.













[1] Sudijono, Anas.,  (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Cet ke- 2,h. 66
[2] Ibid. ,h. 6-7
[3] Nurkancana, Wayan &  Sumartana, P.P.N., (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya. Usaha Nasional. Cet ke- 4. h. 25
[4] Ibid.,
[5] Ibid., h. 67
[6] Ibid., h. 74
[7] Ibid., h. 75
[8] Ibid.,
[9] Nurkancana, Wayan., op.cit. h. 27
[10] Ibid., h. 41
[11] Sudijono, Anas., op.cit. h. 76
[12] Ibid.,
[13] Arkunto, Suharsimi., (1993). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.  Jakarta. Bumi Aksara. Cet ke-10. h. 25
[14] Sudijono., Anas., op.cit. h. 90